Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun berpikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni.
Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-jemarinya berbelepotan darah. Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: “Apakah aku masih bisa diampuni?”
Orang-orang berkata kepadanya: “Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni.”
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil yang belum pernah merasakan manisnya ilmu dan tidak pernah membekali dirinya dengan pengetahuan, penelitian, dan penguasaan terhadap masalah-masalah agama. Dia hanya melakukan ibadahnya menurut tata cara yang dibuat-buatnya sendiri tanpa ada dalil, baik dari syari’at maupun agama.
http://kisahislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=46:kisah-pembunuh-99-orang&catid=7:kisah-teladan&Itemid=80
No comments:
Post a Comment